Minggu, 23 November 2014

Penentuan Jumlah Anggota Legislatif di Negaraku Indonesia

Tulisan 6 Sosiologi dan Politik

Berikut ini penjelasan mengenai isi dar UU No. 8 tentang pemilu legislatif termasuk dalam penentuan jumlah anggotanya:



Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 8/2012) sudah menetapkan alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk anggota DPR RI yang tercantum dalam lampiran undang-undang tersebut. Sementara penentuan alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan oleh KPU.

Dalam menentukan alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk masing-masing lembaga perwakilan agar dapat proporsional, para ahli merumuskan beberapa prinsip yang perlu diikuti dalam melakukan penghitungan alokasi kursi dan pembentukand daerah pemilihan. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: kesetaraan populasi, integralitas wilayah, kesinambungan wilayah, pencakupan wilayah (coterminus), kohesivitas penduduk, dan perlindungan petahana (preserving of incumbent).

Prinsip kesetaraan populasi adalah harga kursi dibanding penduduk kurang lebih sama antara daerah pemilihan yang satu dengan daerah pemilihan yang lain. Ini juga bagian dari pemenuhan prinsip opovov (one person, one vote, one value) dalam pemilu demokratis. Oleh karena itu prinsip ini harus ditempatkan sebagai prinsip nomor 1 sehingga bisa dihindari terjadinya diskriminasi politik, karena nilai suara/penduduk di satu daerah pemilihan lebih murah/mahal daripada nilai suara/penduduk di daerah pemilihan yang lain.
Prinsip integralitas wilayah berarti satu daerah pemilihan harus integral secara geografis, yang sejalan dengan prinsip kesinambungan wilayah, yaitu suatu daerah pemilihan harus utuh dan saling berhubungan secara geografis. Secara umum pembentukan wilayah administrasi juga memperhatikan masalah ini, sehingga penggunaan wilayah administrasi sebagai peta dasar pembentukan daerah pemilihan sebagaimana dikehendaki UU No. 8/2012 tidak mengganggu penerapan prinsip integralitas dan kesinambungan wilayah ini.
Prinsip pencakupan wilayah atau coterminus maksudnya adalah suatu daerah pemilihan lembaga perwakilan tingkat bawah harus menjadi bagian utuh dari daerah pemilihan lembaga perwakilan lebih tinggi, atau satu daerah pemilihan lembaga tingkat bawah tidak boleh berada di dua daerah atau lebih daerah pemilihan lembaga perwakilan lebih tinggi. Prinsip ini untuk memudahkan penyaluran aspirasi secara berjenjang  ke lembaga perwakilan, atau sebaliknya untuk memudahkan penggalian aspirasi ke bawah. Bagi pemilu Indonesia yang penyelenggaraan pemilu DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan secara serentak penerapan prinsip ini tidak hanya memudahkan partai politik dan calon anggota legislatif dalam berhubungan dengan konstituen di daerah pemilihan, tetapi juga memudahkan petugas pemilu dalam menjalankan tugasnya.
Prinsip kohesivitas penduduk berarti suatu daerah pemilihan hendaknya dapat menjaga kesatuan unsur sosial budaya punduduk dan menjaga keutuhan kelompok minoritas. Kesatuan unsur sosial budaya penting untuk menyatukan kepentingan yang akan diperjuangkan oleh para wakil di parlemen. Keutuhan kelompok minoritas juga perlu dijaga agar mereka mendapatkan kepastian untuk memiliki wakil di parlemen. Prinsip kohesivitas ini tidak begitu masalah diterapkan dalam pembentukan daerah pemilihan DPR, tetapi ketika diterapkan dalam pembentukan daerah pemilihan DPRD Provinsi dan lebih-lebih lagi DPRD Kabupaten/Kota, khususnya di luar Jawa, menimbulkan masalah yang kompleks. Di sinilah diperlukan kehati-hatian dan kebijakan KPU dalam menetapkan daerah pemilihan

Terakhir prinsip perlindungan petahana, maksudnya suatu daerah pemilihan harus memberi jaminan kepada petahana untuk bisa berkompetisi dan meraih kursi perwakilan yang tersedia. Ini penting karena hubungan wakil dengan penduduk yang diwakili perlu dijaga agar memudahkan penyaluran dan perjuangan kepentingan penduduk yang diwakili. Prinsip ini jarang dipraktikkan pada pemilu proporsional yang memiliki banyak kursi di daerah pemilihan, tetapi lazim diterapkan di pemilu mayoritarian yang memiliki hanya 1 kursi di daerah pemilihan.
Tentu tidak semua prinsip-prinsip pembentukan daerah pemilihan pemilu demokratis tersebut bisa diterapkan dalam waktu bersamaan. Kondisi geografis wilayah, jumlah penduduk, dan keragaman penduduk, menyebabkan penerapan satu prinsip bisa menegasikan prinsip yang lain. Oleh karena itu penerapan prinsip tersebut selalu diurutkan berdasarkan prioritas. Prinsip kesetaraan populasi selalu menjadi prioritas pertama guna menghindari terjadinya diskriminasi politik. Prinsip integralitas dan kesinambungan wilayah menjadi prioritas kedua, lalu disusul prinsip pencakupan wilayah, dan baru kohesivitas penduduk. Dalam konteks pemilu Indonesia, prinsip perlindungan petahana, bisa diabaikan.
Demi menegakkan prinsip kesetaraan populasi, maka penghitungan alokasi kursi ke daerah pemilihan, dipergunakan metode penghitungan yang hasilnya proporsional. Dua metode proporsional yang dikenal adalah metode kuota dan metode divisor. Metode divisor, khususnya varian Webster/St Lague dikenal paling proporsional dan tidak menimbulkan paradoks. Namun metode ini belum banyak dikenal di Indonesia sehingga tidak perlu dipaksakan penggunaannya dalam penyusunan daerah pemilihan, terutama untuk DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Penyusunan daerah pemilihan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 8/2012, tidak semata-mata utuk menghilangkan daerah pemilihan yang berkursi lebih dari 12, tetapi juga untuk menyesuaikan dengan perkembangan jumlah penduduk, perubahan geografi, dan perkembangan wilayah administrasi pemerintahan. Oleh karena itu penyusunan kembali daerah pemilihan tidak bisa dilakukan hanya berpijak pada daerah pemilihan yang ada atau yang digunakan dalam pemilu terakhir. Penyusunan daerah pemilihan harus dimulai dari tahap awal, sedangkan daerah pemilihan yang ada berlaku sebagai pembanding atau kontrol untuk memastikan sesuai-tidaknya pembentukan daerah pemilihan baru itu dengan kehendak undang-undang dan prinsip pemilu pembentukan daerah pemilihan dalam pemilu demokratis.
Dengan demikian langkah-langkah penyusunan daerah pemilihan DPRD Provinsi adalah sebagai berikut:
  1. Menghitung jumlah kursi masing-masing provinsi sesuai ketentuan Pasal 23 UU No. 8/2012. (Khusus untuk jumlah kursi DPRD DKI Jakarta, peraturan KPU perlu membuat ketentuan khusus, bahwa penambahan ¼ kursi tidak boleh melampau batas maksimal 100 kursi setiap provinsi, demi menjaga keadilan dengan provinsi yang mempunyai penduduk lebih banyak)
  2. Menghitung Bilangan Pembagi Penduduk Provinsi atau BPPd Provinsi, dengan membagi jumlah penduduk provinsi dengan jumlah kursi provinsi. BPPd Provinsi berupa bilangan utuh, jika ada bilangan pecahan dibulatkan.
  3. Menghitung alokasi kursi masing-masing kabupaten/kota, dengan cara membagi jumlah penduduk masing-masing kabupaten/kota dengan BPPd Provinsi. Perolehan kursi berupa angka, dengan dua angka di belakang koma. Jika ada banyak bilangan angka di belakang koma, dibulatkan menjadi dua.
  4. Membentuk daerah pemilihan, dengan ketentuan: pertama, apabila ada dua atau lebih kabupaten/kota berbatasan yang mendapat kursi kurang dari 12, bisa digabungkan menjadi satu daerah pemilihan dengan kursi maksimal 12; kedua, apabila ada kabupaten/kota yang memiliki kursi mendekati 12, tetapi jika digabungkan dengan kabupaten/kota yang berbatasan menjadi lebih dari 12, bisa berdiri sendiri menjadi daerah pemilihan; ketiga, apabila ada kabupaten/kota memiliki lebih dari 12 kursi bisa dipecah menjadi dua atau lebih daerah pemilihan.
Untuk daerah pemilihan DPRD Provinsi perlu diantisipasi kemungkinan terdapat kecamatan yang sangat banyak penduduknya, sehingga kecamatan itu memiliki lebih dari 12 kursi. Oleh karena perlu ketentuan kekecualian di mana kecamatan tersebut bisa dipecah dimana satu atau berapa desa/kelurahan disatukan dengan kecamatan lain yang masih dalam satu kabupaten/kota. Pemecahan seperti ini selain tetap menjaga prinsip kesetaraan populasi, juga tidak melanggar undang-undang karena masih masuk dalam pengertian “bagian kabupaten/kota”
Sementara langkah-langkah penyusunan daerah pemilihan DPRD Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
  1. Menghitung jumlah kursi masing-masing daerah sesuai ketentuan Pasal 26, UU No. 8/2012.
  2. Menghitung Bilangan Pembagi Penduduk Kabupaten/Kota atau BPPd Kabupaten/Kota, dengan membagi jumlah penduduk kabupaten/kota dengan jumlah kursi Kabupaten/Kota. BPPd kabupaten/kota berupa bilangan utuh, jika ada bilangan pecahan dibulatkan.
  3. Menghitung alokasi kursi masing-masing kecamatan, dengan cara membagi jumlah penduduk masing-masing kecamatan dengan BPPd kabupaten/kota. Perolehan kursi berupa angka, dengan dua angka di belakang koma. Jika ada banyak bilangan angka dibelakang koma, dibulatkan menjadi dua.
  4. Membentuk daerah pemilihan, dengan ketentuan: pertama, apabila ada dua atau lebih kacamatan berbatasan yang mendapat kursi kurang dari 12, bisa digabungkan menjadi satu daerah pemilihan dengan kursi maksimal 12; kedua, apabila ada kacamatan yang memiliki kursi mendekati 12, tetapi jika digabungkan dengan kecamatan yang berbatasan menjadi lebih dari 12, bisa berdiri sendiri menjadi daerah pemilihan; ketiga, apabila ada kecamatan memiliki lebih dari 12 kursi bisa dipecah menjadi dua atau lebih daerah pemilihan.
Untuk daerah pemilihan DPRD kabupaten/kota perlu diantisipasi kemungkinan terdapat desa/keluarhan yang sangat banyak penduduknya, sehingga desa/keluarahan itu memiliki lebih dari 12 kursi. Oleh karena perlu kententuan kekecualian di mana desa/kelurahan tersebut bisa dipecah dimana satu atau beberapa RW/RW disatukan dengan desa/keluaran lain yang masih dalam satu kecamatan. Pemecahan seperti ini selain menjaga prinsip kesetaraan populasi, juga tidak melanggar undang-undang karena masih masuk dalam pengertian “bagian kecamatan”


Sumber: www.rumahpemilu.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar